My Comitmen

Dakwah adalah poros kehidupan. Di jalan dakwah kubahagiakan orangtua, dijalan dakwah kutemukan asa, cita dan cinta
*******
"Resopa temma ngingi namalomo naletei pammase Dewata"
(Usaha keras dan terus menerus menjadi jalan mudahnya pertolongan Allah swt)

Sabtu, 23 Juni 2012

Taman Dunia


Ikhlas...
hari ini itulah yang kurasa
Alhamdulillah
ketenangan jiwa kembali terbingkai

Rabb.. kan kuraih segala yang telah kau tetapkan
Kukan berusaha tegar, sepahit apapun itu

Walu hati ini kan hancur
walau mata ini mengering karena tangisku
walau dada ini sesak, karena menahan sakit
Kukan mencoba untuk tegar

Aku sudah merasakan semua
Ketika awal aku kehilangan orang yang kucintai...
saat hatiku hancur berkeping-keping seakan tak tersisa
Saat itu yang kurasa Engkau begitu kejam padaku

Namun tidak
Ternyata itu menjadi awal
Ternyata itu menjadi berkah
Aku Engkau lempar ke ”taman dunia”
Mengecap indahnya perjuangan
menemukan bunga-bunga yang semerbak

Tetes air mata menjadi saksi
ujung pena menjadi pedang
hati dan keimanan menjadi perisai

Aku berusaha tidak tunduk
namun mencoba untuk bangkit
Ku yakin sesuatu yang membahagiakan telah Kau siapkan

Rabb...
beri aku kekuatan
Takkan sanggup kaki ini melangkah
Takkan sanggup kaki ini berpijak
Jika tanpa pertolonganMu
Laahaula walaa kuata illa billah

Masalah demi masalah menjadi makananku, 
yang nantinya kan menjadi suplemen bagi kehidupanku

Aku tau siapa diriku
Aku pasti kuat
Aku yakin bisa

KTU 1433 Jakarta

http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/22/foto-konferensi-tokoh-umat-islam-jakarta/

Berhenti dan Dengarkan


Ini sangatlah luar biasa. Mohon luangkan waktu Anda sejenak untuk membaca:
Seorang pria duduk di stasiun di Washington DC dan mulai bermain biola. Saat itu pagi Januari yang dingin. Dia memainkan 6 lagu Bach selama kurang lebih 45 menit. Di waktu tersebut, karena pada jam sibuk, di perkirakan ada sekitar 1,100 orang melewat stasiun tersebut, banyak diantara mereka dalam perjalanan kerja.

Tiga menit berlalu, dan ada seorang pria tua meperhatikan bahwa ada seorang musisi bermain. Dia memperlambat kecepatannya, dan berhenti beberapa detik, dan kemudian dengan segera tergesa-gesa untuk menemui jadwalnya.

Semenit kemudian, pemain biola itu menerima tips 1 dollar pertamanya: seorang wanita melemparkan uang tersebut tanpa berhenti dan melanjutkan berjalan.

Beberapa menit kemudian, seseorang bersandar di dinding untuk mendengarkannya, tetapi pria tersebut melihat jamnya dan mulai berjalan lagi. Jelas bahwa dia terlambat untuk kerja.

Seseorang yang memperhatikan dengan sangat adalah seorang bocah berumur 3 tahun. Ibunya membawanya serta, terburu-buru tetapi anak tersebut berhenti untuk melihat sang pemain biola. Akhirnya, ibunya mendorong dengan kuat, dan anak tersebut kembali berjalan, sambil membalikkan kepalanya. Aksi ini terulang oleh beberapa anak lainnya. Setiap orang tua, tanpa terkecuali, memaksa mereka untuk lanjut berjalan.

Dalam 45 menit musisi itu bermain, hanya 6 orang yang berhenti dan berdiam diri untuk sesaat. Sekitar 20 orang memberikannya uang, tetapi lanjut berjalan dalam kecepatan normal mereka. Dia mengumpulkan $32. Ketika dia selesai bermain dan keheningan muncul, tidak ada seorang pun memperhatikannya. Tidak ada seorangpun yang bertepuk tangan atau ada penghargaan apapun.

Tidak ada seseorangpun yang mengetahuinya, bahwa sang pemain biola adalah Joshua Bell, salah seorang musisi paling bertalenta di dunia. Ia baru saja memainkan salah satu musik terumit yang pernah dituliskan, dalam sebuah biola seharga 3.5 juta dollar.

Dua hari sebelum permainannya di kereta api bawah tanah, Joshua Bell bermain dalam sebuah teater di Boston dengan tiket yang sold-out dengan harga rata-rata $100.

Ini adalah cerita nyata. Joshua Bell menyamar untuk bermain di stasiun dan acara tersebut diatur oleh Washington Post sebagai bagian dari eksperimen sosial tentang persepsi, rasa dan prioritas dari orang-orang. Bahan percobaannya adalah: dalam sebuah lingkungan yang umum pada waktu yang tidak tepat: Apakah kita menghargai sebuah keindahan? Apakah kita akan berhenti untuk menghargainya? Apakah kita akan mengenal talenta tersebut dalam konteks yang tidak terduga?

Salah satu kesimpulan yang mungkin bisa diambil dari percobaan ini adalah:

Jikalau kita tidaka memiliki waktu untuk berhenti dan mendengarkan salah seorang musisi terbaik di dunia memainkan musik terbaik yang pernah ditulis, berapa banyak hal lainnya yang kita telah kehilangan?

Berhentilah sejenak dan dengarkan.
Sering kali kita bergerak terlalu cepat dan terburu-buru sehingga kita kehilangan begitu banyak hal berharga di dalam hidup kita.

Jikalau Anda suka kejadian nyata ini dan menginspirasi Anda, share kepada teman-teman Anda agar menjadi inspirasi dan pengingat bagi mereka juga.

(http://www.facebook.com/photo.php?fbid=4140042144875&set=a.1124515678598.2020144.1398300318&type=1&ref=nf
)

Revolusi Itu Indah Kawan!


Kuingin meraih revolusi itu
kuingin menyambutnya
tapi aku tak ingin sendiri menanti
aku ingin menunggunya bersamamu kawan....

Ku tahu dalam menjemputrevolusi
tak seindah menunggu dirimu, kawan
karena revolusi itu ternyata tak mudah untuk diraih
butuh perjuangan dan pengorbanan
air mata, peluh, bahkan darah kan menjadi saksi
kawan kuingin kau disisiku
karena revolusi yang ingin kuraih bukan revolusi ngeyel
tapi revolusi yang bisa merubah wajah dunia
yang suram kelam menjadi penuh warna dan cahaya

revolusi itu indah kawan
revolusi yang kumau seperti revolusi yang pernah diperjuangkan dan diraih oleh junjungan kita Muhammad saw.

Biarkan tinta ini menjadi pedang
agar kelak anak cucu kita bisa mengenang perjuangan kita meraih revolusi....
FIGHT, FIGHT, FIGHT!!!!

Jumat, 22 Juni 2012

Ummu Imaroh

Pengantar

Pada setiap Bulan Dzulhijjah, umat Islam selalu diingatakan tentang hakikat pengorbanan.  Tentu saja, karena pada bulan ini terdapat hari raya Idul Adha yang dilatarbelakangi oleh sikap pengorbanan Nabiyullah Ibrahim As. dan Ismail As.   Kisah pengorbanan keduanya senantiasa abadi, hingga tak satu pun jiwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT melewatkan peristiwa paling spektakuler di dunia tersebut.
Membicarakan kisah pengorbanan, khususnya bagi muslimah, tentu bisa digali dari berbagai peristiwa baik yang dialami para nabi, shahabat atau pun orang-orang shalih di masa lalu.  Terlebih, kehidupan umat Islam di awal pertumbuhannya penuh dengan lika-liku yang tak lepas dari pengorbanan kaum perempuan.  Salah satu sosok pahlawan perempuan di masa Nabi Muhammad Saw. adalah Nusaibah Binti Ka’ab ra.  Jiwa pengorbanannya menjadikan setiap orang yang menelurusuri sejarah peri kehidupannya, tertegun takjub, bahwa ternyata seorang perempuan mampu menjadi orang terkemuka di hadapan Nabi  dan umat Islam pada masa itu.  Tulisan berikut akan memaparkan bentuk pengorbanan salah seorang shahabiyat Nabi Saw. tersebut.

Keimanan yang Lurus

Dia bernama Nusaibah Binti Ka’ab bin Amru bin ‘Auf al shohabiyyah al Fadhillah al Mujahidah al Anshoriyyah al Khazrajiyyah.  Ummu Imaroh adalah julukan bagi wanita mulia ini.  Beriman di kala kebanyakan orang mengingkari ajaran Nabi Muhammad Saw. adalah perkara yang tidak mudah.  Namun, demikianlah yang dilakukan Ummu Imaroh kala itu.  Suatu saat beliau menyimak paparan yang disampaikan suaminya, Zaid Bin Ashim yang baru saja menerima dakwah Islam dari Mush’ab Bin Umair.  Zaid menceritakan tentang seorang Rasul yang diutus dari kalangan Quraisy dan menyeru kepada manusia untuk beriman kepada Allah SWT.  Dakwah sang Rasul yang begitu tegar dan berani meski mendapatkan tantangan yang luar biasa pun disampaikan Zaid dengan penuh keyakinan.  Ia pun menceritakan betapa yang disampaikan Mush’ab Bin Umair tersebut telah membuat dirinya takjub hingga mengimani ajaran Rasulullah Saw.

Saat itulah hati Ummu Imaroh bergetar.  Beliau tak dapat menyembunyikan bisikan hati kecilnya untuk turut mengimani apa yang dibawa Rasul tersebut.  Tak ada alasan untuk menolak, tak ada keberatan untuk meningggalkan, maka Ummu Imaroh selanjutnya menyatakan, “Saya beriman kepada Allah sebagai ilah (Tuhan) dan Muhammad sebagai Nabi”. Dengan demikian Ummu Imaroh telah membuat keputusan awal yang paling baik dan menentukan sejarah kehidupannya kelak.  Beliau mulia karena memilih Islam.
Itulah pengorbanan pertama Ummu Imaroh.  Beliau rela mengubur kesombongan yang biasanya ada pada manusia tatkala diseru untuk meninggalkan keyakinan lamanya.  Kondisi seperti ini tentu jarang dijumpai saat ini.  Bahkan tak sedikit dijumpai muslim yang tidak rela meningalkan keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islam.  Mereka bersyahadat namun mengemban sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.  Dan itu terjadi karena mereka tidak mau menanggalkan kesombongan dirinya; merasa memiliki kehidupan atau merasa mampu membuat aturan yang adil untuk manusia.  Padahal semua itu hanya omong kosong.  Tidakkah Ummu Imaroh telah memberikan pelajaran mendasar bagi kita?

Teguh dalam Janji di Hadapan Rasul

Tak cukup sekedar beriman, Ummu Imaroh yang telah membulatkan keimanan itu pun hendak menunjukkan kesetiaannya kepada Rasulullah Saw.  Bersama suami dan kedua putranya, yaitu Hubaib dan Abdullah, Ummu Imaroh ikut dalam rombongan yang berjalan ke bukit Aqobah untuk menyatakan baiat atau janji kesetiaan kepada Rasulullah Saw. sebagai pemimpin dan kepala negara bagi kaum muslim.  Peristiwa tersebut lebih dikenal dengan Baiat Aqobah kedua yang terjadi pada malam ke 13 bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian.

Inilah bentuk pengorbanan yang kedua dari sang politisi muslimah tersebut.  Keikutsertaannya ini tentu layak diperhitungkan sebagai bentuk pengorbanan beliau dalam bidang politik.  Beliau tak ingin ketinggalan memperoleh kebaikan dari peristiwa baiat Aqobah kedua yang merupakan salah satu pilar bersejarah berdirinya daulah (negara) Islam di Madinah.  Tak lama setelah peristiwa tersebut Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslimin di Mekkah untuk berhijrah ke Madinah dan menegakkan masyarakat di sana.

Ummu Imaroh bukanlah orang yang tidak peduli dengan nasib agama Islam yang terus mendapat hinaan dan tantangan dari penduduk kafir Quraisy.  Beliau juga menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang yang siap membantu dakwah Nabi Saw. di Madinah.  Meski beliau seorang perempuan, kesadaran politik yang dimilikinya begitu tinggi, tak kalah oleh mereka yang laki-laki.  Beliau adalah salah satu dari dua orang yang terlibat dalam Baiat Aqobah kedua tersebut.

Inilah yang seharusnya disadari setiap muslimah abad ini.  Kehidupan sekuler yang materialitsik telah melupakan tugas politik mereka.  Kepedulian terhadap kondisi umat dan agama ini seharusnya menjadi bagian dalam kehidupan mereka.  Sayangnya, masih banyak yang cuek alias tidak peduli.  Tak hanya itu, kesadaran atas kondisi umat yang memprihatinkan saat ini seharusnya juga diikuti oleh semangat untuk memperbaiki dengan berdakwah beramar makruf nahi munkar, menentang semua bentuk kedholiman dan berperan aktif dalam dakwah menegakkan negara Islam.  Ummu Imaroh sebenarnya telah memberikan inspirasi bagi muslimah untuk tidak ragu mengambil posisi terdepan dalam perjuangan dakwah Islam melalui kesadaran politik Islam yang dimilikinya.

Bertempur di Bukit Uhud

Janji setia yang beliau ikrarkan di Bukit Aqobah itu pun ternyata bukan omong kosong.  Sungguh beliau telah mewujudkannya melalui sepak terjangnya membantu dakwah Islam di Madinah dan terlibat secara aktif dalam setiap peristiwa besar yang dialami kaum muslim.

Ummu Imaroh memang layak mendapat julukan pahlawan perempuan Anshar.  Kepahlawanannya sangat menonjol terutama dari aktivitas beliau yang mengikuti berbagai peperangan melawan orang-orang kafir.  Beliau turut serta dalam Perang Uhud, Perjanjian Hudaibiyah, Umrah Qadha’, Perang Hunain dan Perang Yamamah di mana tangannya terpotong .   Dapatkah kita membayangkan bagaimana jiwa seorang perempuan yang terlibat dalam berbagai medan pertempuran?  Jika ia seorang pengecut, tentu tak akan hadir di medan laga.  Jika ia bukan orang yang yakin akan pahala dan kebaikan yang besar di sisi Allah SWT tentu ia lari dan bersembunyi.  Namun itulah Ummu Imaroh.  Beliau telah meyakinkan diri menjadi bagian yang bisa berarti dalam setiap kesempatan.

Dalam Perang Uhud, Ummu Imaroh ikut bersama suami dan kedua anaknya.  Pada waktu itu beliau membawa tempat yang berisi air. Beliau mendapati Rasulullah Saw. bersama para shahabatnya.  Namun tatkala pasukan Islam mulai mengalami kekalahan, Ummu Imaroh pun maju ke medan perang untuk ikut bertempur menggunakan pedang dan panah.

Ketika ada salah seorang musuh yang datang hendak menyerang Rasulullah Saw.  Ummu Imaroh dan beberapa shahabat membentuk tameng pertahanan untuk melindungi Rasulullah Saw.  hingga orang yang hendak menyerang Rasulullah tersebut sempat memukul Ummu Imaroh .  Kegigihan Ummu Imaroh dalam melindungi Rasulullah Saw. ini terlihat dari sabda beliau, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan melainkan melihat Ummu Imarah”. Dan benar saja, pengorbanan Ummu Imaroh dalam perang Uhud ini tampak dari 12 bekas luka di tubuhnya.

Ummu Imaroh memang perempuan pemberani.  Ia rela mengorbankan jiwa dan raganya.  Tatkala Rasulullah Saw. melihat lukanya, Beliau Saw. bersabda kepada anak Ummu Imaroh, yaitu Abdullah, ” Ibumu, ibumu…balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabat saya di surga “.

Mendengar doa yang disampaikan Rasulullah Saw. tersebut Ummu Imaroh pun berkata : “Aku tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku dari urusan dunia ini “. Kalimat seperti ini tentu tak akan keluar dari mulut manusia yang lebih mencintai dunia.  Cukuplah hal ini menjadi bukti bahwa Ummu Imaroh adalah orang yang telah menjual apa yang dimilikinya di dunia ini dengan surga.  Inilah bentuk pengorbanan yang paling tinggi dari seorang manusia untuk Rabbnya.

Namun, bagaimana dengan kebanyakan muslimah kini.  Kata-kata surga bak nyanyian merdu yang biasa menghiasi telinga mereka namun tak berbekas dalam jiwa dan amalan.  Kerinduan pada keridloan Allah SWT seakan jauh dari harapan, apalagi jika harus dibayar dengan dunia dan isinya.  Kenikmatan dunia telah banyak melalaikan visi dan misi yang seharusnya dimiliki muslimah.  Jangankan terluka oleh goresan pedang dan anak panah -sebagaimana Ummu Imaroh- kebanyakan perempuan kini malah berlomba-lomba mempercantik diri, memoles dan memuluskan tubuh bahkan tak sedikit yang harus operasi plastik.  Sesudah itu, mereka jajakan kecantikannya itu di hadapan laki-laki demi segenggam uang yang pasti akan habis dalam waktu cepat, bukan balasan surga yang pasti kekalnya seperti yang bakal diperoleh Ummu Imaroh.  Tidakah kita malu, mengapa masih saja tertipu oleh silaunya dunia?

Isteri dan Ibu Teladan

Ummu Imaroh memang bukan perempuan biasa.  Ketangguhan di medan juang, tak mengurangi rasa tanggung jawabnya sebagai muslimah.  Ia tetap mampu mengemban kewajibannya sebagai isteri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.  Pengorbanannya sebagai isteri nampak dari sikapnya terhadap kedua suaminya.  Dengan suami yang pertama, Ia mampu menjadi pendamping dan teman perjuangan saat suami isteri ini menyatakan baiat di bukit Aqobah dan bersungguh-sungguh dalam membantu dakwah Rasulullah Saw di Madinah.

Adapun setelah hidup dengan suaminya yang kedua, Ummu Imaroh pun tak pernah tertinggal untuk mendampingi suaminya dan memberikan berbagai pertolongan di medan pertempuran.  Keduanya nampak dalam Perang Uhud, peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah.  Inilah pengorbanannya sebagai isteri seorang pejuang yang siap berjuang kapan pun, di mana pun dan dengan resiko apapun.  Ummu Imaroh telah memerankannya dengan sangat baik.

Tidakkah seharusnya hal ini menjadi inspirasi bagi para istri di jaman modern kini.  Tak seharusnya para isteri lebih mementingkan karirnya di luar rumah, jauh dari suami atau bahkan memiliki dunia sendiri yang lebih mereka cintai dari pada kehidupan rumah bersama suami dan keluarga.  Kemandirian perempuan yang dipropagandakan kaum feminis dan penggiat gender berhasil menipu sebagian perempuan, sehingga mereka lebih rela meninggalkan suaminya, tak hanya dalam aktivitas bahkan ikatan penikahan.  Perceraian meningkat karena isteri merasa lebih mandiri secara ekonomi, memiliki kebebasan mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan suami, atau semata-mata karena tidak qonaah (menerima) apa yang diberikan suami.  Sementara godaan pria lain terus mengintai, akibatnya perselingkuhan pun tak terhindarkan.  Dan akhirnya ikatan pernikahan mudah lepas oleh ganasnya kehidupan sekuler.  Inilah penyakit yang banyak menghinggapi para isteri saat ini.  Kesetiaan Ummu Imaroh pada sang suami selayaknya memberikan pengaruh, bahwa ikatan pernikahan sesungguhnya adalah jalan menuju ketaqwaan, jalan menuju diraihnya berbagai kebaikan sebagai suami isteri.

Ummu Imaroh juga layak menjadi ibu teladan.  Beliau telah mampu mengantarkan putra putrinya sebagai generasi pembela Islam.  Tak sedikit pun muncul keraguan dalam hantinya untuk melepas kedua putranya (Habib dan Abdullah) di setiap medan pertempuran dan tugas dakwah lainnya.  Keteguhan kedua putranya mengemban amanah dakwah Islam cukup menjadi bukti bahwa mereka hidup dalam suasana pembinaan ruhiyyah yang baik di dalam keluarga yang tentu tak lepas dari pengaruh Ummu Imaroh, sang ibu.

Saat perang Badar, anaknya -Abdullah- dengan gagah berani ikut berjuang menegakkan panji-panji Islam sehingga Islam memperoleh kemenangan.  Adapun kiprah Habib nampak saat ia memegang amanat sebagai utusan Khalifah Abu Bakar untuk menyampaikan surat kepada Musailamah al Kadzdzab.  Ummu Imaroh pun mendorong agar anaknya mampu mengemban amanat tersebut dengan baik.  Namun rupanya Habib harus syahid tatkala membela Islam di hadapan kekufuran tersebut.

Mendengar kematian anaknya itu, Ummu Imaroh bukannya kecewa.  Ia malah menerimanya dengan penuh keyakinan bahwa putranya mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.  Ia menerima berita kematian itu dengan penuh kemuliaan serta kebanggaan karena telah mempersembahkan yang terbaik untuk Islam dan kaum muslim.

Pengorbanan hakiki seorang ibu terhadap sang anak sepertinya menjadi barang langka saat ini.  Terlebih saat ibu lebih senang menjadikan anaknya sebagai mesin uang, penghias rumah dan penyanjung harga diri alias prestise.  Jangankan menanamkan ruh jihad pada anak, mereka malah antipati terhadap pemahaman Islam yang dianggap radikal.  Berapa banyak pula ibu yang justru lebih memilihkan lembaga pendidikan yang berorientasi keilmuan dan pekerjaan saja untuk anaknya.  Sementara pendidikan yang lebih menekankan pembentukan kepribadian Islam dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan tidak bermutu.  Itu semua tentu tidak mencerminkan sosok ibu yang baik.  Keteladan Ummu Imaroh dalam mengarahkan buah hatinya selayaknya menginspirasi setiap ibu untuk mencetak generasi yang siap mengemban tanggung jawab masa depan Islam dan kaum muslim.



Pengorbanan Sepanjang Hayat

Ummu Imaroh memang telah dimuliakan Allah SWT melalui pengorbanannya di sepanjang hayat.  Perang Yamamah yang bertujuan untuk menumpas gerakan Musailamah telah membawanya pada puncak pengorbanan.  Saat itu Ummu Imaroh dan anaknya -Abdullah- ikut serta dalam perang Yamamah.  Musailamah yang sebelumnya telah membunuh Habib terbunuh oleh Abdullah -anak Ummu Imaroh yang lain.  Inilah pengorbanan terakhirnya.  Beberapa tahun setelah peristiwa Perang Yamamah tersebut, Ummu Imaroh meninggal dunia.  Beliau pulang dengan dua belas bekas tusukan dan kehilangan satu tangan serta satu anaknya, semua diperolehnya dari medan pertempuran.

Itulah pengorbanan yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT.  Beliau tidak mengenal kesal, mengeluh, mengadu, apalagi bersedih meski tubuhnya terluka sekalipun, meski belahan jiwanya hilang sekalipun.  Karena sesungguhnya obat dari berbagai tantangan tersebut adalah harapan yang begitu tinggi untuk meraih ridhwanullah.

Seandainya kaum muslimah saat ini memiliki himmah dan cita-cita semulia Ummu Imaroh, niscaya mereka tidak mudah melupakan Allah SWT dan berputus asa dari rahmat-Nya.  Sungguh, menapaki kehidupan ini memang penuh cobaan.  Tantangan perjuangan pun akan datang silih berganti.  Namun, janji Allah SWT pasti ditepati.  Dia akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya.  Artinya, jika kaum muslim saat ini kembali kepada agama Alllah SWT, menjunjung tinggi syariat Islam sebagai satu-satu pengatur kehidupan mereka, niscaya umat Islam bisa keluar dari keterpurukan, kehinaan dan ancaman musuh-musuh Islam.  Semua itu telah dibuktikan sendiri oleh Ummu Imaroh, ia telah memperoleh kemenangan hakiki, saat segala daya upaya telah diberikan untuk menolong agama Allah SWT meski harus menjalani berbagai kesulitan dan kesakitan.

Penutup

Pengorbanan Ummu Imaroh memang tak dapat disetarakan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim as.dan Nabi Ismail as.  Meski kedua kisah pengorbanan ini ada yang terjadi pada Bulan Dzulhijjah, masing-masing memang memiliki dimensi yang berbeda.  Namun, sebagai sosok perempuan yang rela mengorbankan apa yang dimilikinya di tengah kesulitan hidup pada zamannya, Ummu Imaroh layak menjadi teladan kaum ibu dan perempuan pada umumnya di masa kini.

Berkaca pada keteladanan tersebut, kaum muslimah saat ini harus memiliki kesadaran politik Islam meski mereka sebagai seorang ibu dan isteri.  Peran aktifnya sangat diperlukan untuk membangun masyarakat Islam.  Muslimah manapun juga berhak mendapatkan surga sebagaimana Ummu Imaroh jika mereka mampu mempersembahkan jiwa dan raganya untuk Allah SWT semata-mata.  Dunia ini terlalu kecil dan tak layak ditukar oleh surga yang luasnya tak dapat diperhitungkan manusia.  Semoga akan terlahir Ummu Imaroh lain di  sepanjang perjalanan umat Muhammad Saw ini. Aamiin. [] Noor Afeefa

Rujukan
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A, Mukjizat Doa dan Air Mata Ibu, Qultum Media, 2009.
Muhammad Ali Quthb, Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah Saw, PT Mizan Publika

Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2011/11/05/belajar-dari-pengorbanan-ummu-imaroh/

"Kisah Bendungan Jebol"

Di sebuah daerah...ada bendungan yang sangat besar, air yang mengalir dari bendungan itu digunakan masyarakat untuk pengairan, transportasi air dan lain-lain...Suatu hari entah sebab musababnya apa bendungan tersebut jebol. Dan arusnya sampai merembet ke perkampungan,menggenangi sawah sehingga semua tanaman petani terendam air..Rumah-rumah warga pun terendam

Akhirnya para penduduk gotong royong membersihkan rumah-rumah mereka dari genangan air, beberapa hari aktivitas tersebut dilakukan namun tidak mebuahkan hasil karena air bendungan terus saja masuk ke rumah2 mereka.

Sementara itu beberapa orang warga berinisiatif untuk memperbaiki bendungan tapi pekerjaan mereka lamban dan sangat lamban, karena jumlah mereka hanya segelintir orang. Namun hal tersebut tidak menyurutkan niat dan langkah mereka, mereka terus saja berupaya memaksimalkan tenaga. Ternyata mereka tidak sekedar bekerja memperbaiki bendungan tapi juga menyeru warga agar ikut bersama2 membangun bendungan tersebut. Karena pangkal peroalan dari terendamnya rumah2 warga adalah bendungan tersebut.

***

Inilah analogi dari perjuangan untuk menyelesaikan persoalan ummat saat ini. Sistem yg rusak saat ini diibaratkan sebagai bendungan yg jebol, sementara bidang2 kehidupan yg lain seperti pendidikan, kesehatan, pergaulan, hukum, dll diibaratkan sebagai rumah-rumah warga, sawah ladang yg terendam air.

Ketika orang2 mengambil inisiatif untuk membersihkan rumah2 mereka maka aktifitas tersebut bukan hal yg sia2 NAMUN sebenarnya aktifitas tersebut tidak tepat ketika kita ingin menyelesaiakan peroalan secara menyeluruh.

Hal yang harus dilakukan adalah memperbaiki dari akar/pangkalnya yaitu memperbaiki bendungan terebut agar persoalan yg dihadapi oleh masyarakat di selruh bidang kehidupan bisa terselsaikan.

Sementara itu kelompok yg istiqomah menyuarakan penerapan sistem Islam dan mengubur sistem Sekuler kapitalis diibaratkan sebagai sekelompok warga yg memperbaiki bendungan dan berusaha menyeru masyarakat untuk memperbaiki bendungan. Kehadiran mereka adalah hal yg wajib, karena warga harus dibukakan mata hati dan fikirannya untuk membantu mempercepat berdirinya sebuah bendungan baru yg akan menyelesaikan persoalan masayarakat. Dan bendungan itu adalah sistem islam di bawah instirusi Khilafah

Mari bersama menyatukan langkah songsong kebangkitan Islam yg InsyALLAH sudah semakin dekat di bawah naungan Khilafah Islamiyah

(Terinspirasi dari materi Kajian Kelompok Agama Islam, oleh Ir. Dwi Condro Triono,M. Ag, Ph. D)