My Comitmen

Dakwah adalah poros kehidupan. Di jalan dakwah kubahagiakan orangtua, dijalan dakwah kutemukan asa, cita dan cinta
*******
"Resopa temma ngingi namalomo naletei pammase Dewata"
(Usaha keras dan terus menerus menjadi jalan mudahnya pertolongan Allah swt)

Senin, 02 Januari 2012

Ketika Gharizah Menuntut Dipenuhi



Marah, sebel, kesel, sedih, cinta benci sayang, pingin punya motor, pingin punya laptop , pingin blackbery, pingin duit banyak, pingin kamar bagus, pingin nikah, pingin jadi pebisnis suskses…dll….Seabrek keinginan manusia merupakan penampakan dari naluri yang dimiliki.

Dalam Mafaahim Islamiyyah karangan Muhammad Husain Abdullah dikatakan Al Gharizah atau naluri adalah satu potensi yang ada pada diri manusia, yang mampu mendorongnya bertendensi pada al-asyya dan al-a’maa, atau punya tendensitas untuk menahan dari al-asyya dan  al-a’maal. Semua itu mengacu kepada pemenuhan semua perkara yang terdapat dalam diri manusia. Naluri adalah suatu khaasiyah yang fitri dan ada di dalam diri manusia yang berguna untuk memelihara kepada baqanya dan untuk menjaga kepada nau’nya juga untuk memahami wujud dari Khaliq. Naluri ini tidak bisa diketahui oleh indera secara langsung, akan tetapi bisa di jangkau oleh akal lewat indikasi madhohirnya.

Yup itulah salah satu potensi yang telah ALLAH SWT berikan kepada kita manusia, yang pada dasaranya setiap detik dan waktu kita rasakan dan lakukan. Trus what’s wrong with gharizah???

Nah inilah yang harus kita kaji bersama…mungkin pada bagian ini saya tidak akan menggambarakan secara utuh terkait perkara ini, tapi hanya sedikit menggamabrakan apa yang harus kita lakukan…coz mengkaji tentang  gharizah butuh pengkajian mendalam dengan waktu yang lebih dari dua jam. Dan jika dituliskan mungkin akan mengambil jatah rubrik yg lainnya…(pada intinya jika mau tau maka ngaji dong!!!)J.

***

Amarah seringkali menyelimuti aktifitas kita. Rasa ego senantiasa ingin memenangkan logika yang ada. Ketika sesuatu yang tidak diharapkan itu hadir didepan mata serasa hanya kebencian dan kejengkelan yang muncul. Tabi’i (alamiah)-nya memang seperti itu tapi sobat sungguh ketika mabda menjadi qiyadah berfikir kita maka seharusnya bukan itu yang kita lakukan.

Mungkin flash back dulu. Di atas disebutkan dua istilah yang mungkin diantara sobat Re Id baru mendengarnya- mabda dan qiyadah fiqriyah-.

Dalam kitab Nidzom Al Islaam karya syekh Taqyuddin an Nabhani bab Qiyadah Fiqriyaah dikatakan bahwa mabda adalah aqidah akliyah (aqidah yang sampai melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan  aqidah aqliyah adalah Islam. Adapun Qiyadah fikriyah adalah kepemimpinan berfikir maksudnya  segala proses berfikir seseorang dilandasi oleh sebuah pemahamana dan keyakinan dalam hal ini Islam. Sehingga segala hal yang dia fikirkan dalam rangka memecahkan permaslahannya harus  distandarisasi oleh Islam.

Jika membahas pengendalian gharizah baik itu gharizah baqa (naluri mempertahankan diri), gharizah tadayyun (naluri mentaqdiskan atau maensucikan sesuatau), ataupun gharizah nau’ (naluri melestarikan keturunan) maka harus dilandaskan pada mabda Islam karena mabda Islam sudah dijadikan sebagai kepemimpinan berfikirnya. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika seseorang belum memiliki kepemimpinan berfikir Islam apakah dia tidak mampu memecahkan permasalahan gharizahnya?

Jawabnya adalah…bisa. Hanya saja dia akan memenuhinya dengan kepemimpinan berfikir yang dia miliki. Ketika perasaan yang menjadi landasan utama dalam berfikir maka diapun akan menyalurkan gharizahnya berdasarkan perasaan.

Kembali ke contoh awal. Sesorang yang selalu melampiaskan kekesalan, kemarahannya berdasarkan perasaan semata akan berbeda dengan orang yang melampiaskan kekesalan dan kemarahannya yang dipimpin oleh mabda.

Seseorang yang melampiaskan kemarahannya dengan naluri atau perasaan semata akan terlihat menyamaratakan segala hal yang dianggap membuat “marah”. Tanpa memperhatikan apakah hal tersebut melanggar atau tidak melanggar aturan-aturan Islam (syara’), karena sandarananya hanya perasaan semata. Sedangakan jika seseorang dimpin oleh mabda maka kemarahan dan kekesalan itu ditempatkan pada posisi apakah suatu hal itu melanggar syara’ atau tidak. Sehingga akan nampak penyaluran  dari gharizah baqa’ yang tepat.

Begitupun jika kita melihat pada penampakan gharizah tadayyun. Gharizah tadayyun adalah naluri yang diciptakan Allah untuk manusia dimana manusia memiliki kecendrungan untuk mensucikan atau mengkultuskan sesuatu. Ketika yang memimpin hanya semata-mata naluri atau perasaan maka kecendrungan ini akan ditampakkan dengan wujud penyembahan kepada sesuatu yang “tidak masuk akal” untuk disembah. Misalnya penyembahan terhadap manusia, penyembahan terhadap pohon, binatang, roh leluhur atau bahkan penyembahan terhadap sistem buatan manusia. Sedangkan jika gharizah tadayyun ini disalurkan melalui proses berfikir yang benar terlebih dahulu maka akan terlihat penampakan berupa penyembahan kepada sesuatu zat “yang layak” disembah atau disucikan.   

Tidak terkecuali dengan gharizah nau’. Gharizah nau’ tampak dari kecendrungan seseorang merasakan sayang dengan yang lainnya (sayang kepada anggota keluarga, teman, dsb), kecendrungan seseorang tertarik dengan lawan jenis. Pengendalian gharizah nau’ dengan menggunakan perasaan akan memunculkan perasaan sayang dan cinta semata hanya sekedar penyaluran naluri bukan muncul dari proses berfikir yang benar serta tidak berlandaskan pada koridor syara’. Sehingga tidak mengherankan jka banyak aktivis pacaran ,aktivis kumpul kebo, aktivis lesbi dan gay, serta aktivis perselingkuhan. Inilah beberapa penampakan dari gharizah nau’. Dalam Islam di atur hubungan yang halal antara pria dan wanita hanya melalaui pernikahan (eits maksudnya bagi yg gak senazab ya…). Begitupun seorang anak akan mencintai kedua orang tuanya serta berbakti kepada mereka didasarkan pada perintah dari Allah SWT yang mewajibkan seseorang untuk birrul walidaaiin kepada kedua orangtuanya. Ketaatan dan pengabdian kepada kedua orangtua adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seorang anak selama kedua orangtua memerintahkan pada hal-hal yang melanggar hukum Allah. Sebaliknya jika orang tua memerintahkan untuk berbuat ingkar kepada Allah (melanggar segala hukum-hukumNya) maka tidak ada kewajiban pada seorang anak untuk mentaatinya.

Inilah penampakan-penampakan dari gharizah. Jadi teringat penjelasan Ustadz ketika menjelaskan hadist ke empat dari hadist ‘Arbaiin Imam Nawawi di Kampus perjuangan dalam dirosah Syarah Hadist ‘Arbaiin . Berdasarkan hadist keempat yang diriwayatkan oleh ‘Abdurrahman ‘Abdullaah Ibnu Mas’ud ra Ustadz menjelaskan bahwa dari awal penciptaan Allah sudah mengetahui baik dan buruk yang akan menimpa manusia. Begitupun dengan permasalahan apakah manusia akan masuk syurga ataukah neraka, maka Allah telah mengetahui sebelumnya.

Dari penjelasan tersebut dan jika dikaitkan dengan pembahasan Al gahrizah, dimana gharizah ini adalah fitrah manusia maka kita akan memahami bahwa dari awal manusia sudah diberikan pilihan dan Allah tidak akan menghisab keberadaan potensi manusia untuk memilih. Yang dihisab adalah pada tataran jalan mana yang akan dipilih oleh manusia apakah dia akan memenuhi gharizahnya dengan menggunakan perasaan semata ataukah dengan proses berfikir yang benar dengan landasan hukum syara’. Dan pasti kedua pilihan itu secara fitrah muncul pada diri manusia, karena manusia dibekali akal dan perasaan.

Mungkin terlihat rumit namun sebenarnya gak bakalan rumit jika kita benar-benar memahami keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan Allah. Sobat RE ID yang kita dipertemukan karena Allah…marilah kita menyadari bahwa segala potensi yang kita miliki baik itu berupa potensi saling mencintai, potensi eksistensi diri, potensi ingin memiliki, potensi beribadah, dan potensi-potensi yang lainnya adalah bagian dari keMaha Kuasaan Allah sebagai Pencipta. Segala potensi itu adalah karunia yang diberikan kepada kita hambaNya yang bernama manusia. Dan pada dasarnya Allahpun telah menurunkan seperangkat aturan yang sempurna dalam memenuhi seluruh potensi itu..

Analoginya sederhana mislkan kita diminta oleh orangtua untuk berkunjung ke  rumah salah seorang kerabat, sementara kita tidak mengetahui jalannya. Maka pasati orangtua kita aka memberikan petunjuk jalan menuju kesana. Jika petunjuk itu kita ikuti insya Allah kita tidak akan tersesat, sebaliknya jika ego yang bermain maka kemungkinan besar kita akan mengabaikan petunjuk itu akibatnya kitapun akan tersesat. Apatah lagi yang memberikan petunjuk itu adalah Allah – Zat Yang Maha Mengetahu kelebihhan dan kekurang hambaNYA-. Sebesar apapun kecendrungan gharizah itu muncul maka kita akan bisa menyalurkannya dengan benar jika kita mengikuti petunjukNya - hukum syara-.

Sehingga ketika gharizah baqa’ dikendalikan dengan benar maka tidak akan ada hati yang tersakiti akibat kesalahan kita menempatkan kata-kata saat berbicara dengan saudara kita. Ketika gharizah nau’ dikendalikan sesuai koridor syara maka tidak akan muncul “cinta terlarang”. Begitupun ketika gharizah tadayyun disalurkan dengan benar maka akan muncul idraksilatu billaah yang begitu kuat dan kita tidak akan menjadikan sisitem buatan manusia sebagai “sesembahan” dalam kehidupan.

Sobat RE ID…dimanapun Anda berada mari kita renungkan kembali akan penciptaan ini…semoga naluri-naluri yang menjadi fitroh bagi manusia mampu kita arahakn dengan benar karena ada mabda  Islam yang menyelimuti ruang berfikir kita...

Penampakan Islam ada pada diri setiap individu Muslim, jadi tampilkanlah diri kita sebagai seorang muslim yang sesungguhnya tidak menjadikan mabda vis a vis dengan naluri tetapi justru Mabda-lah yang harus mengarahkan gharizah.

Wallahu a’laam bi shshawaab

***
                 







Saudaraku Non Muslim, Apa yang Kalian Takutkan?


“Penegakan syari’at islam tidak relevan di Indonesia karena di Indonesia adalah bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai agama, budaya dan adat istiadat…
“Jika syari’at Islam diterapkan di Indonesia, trus mau dikemanakan umat agama lain?”
***
Dua ungkapan di atas merupakan ungkapan yang sangat kerap kita dengar ketika kita mengopinikan bahwa “syari’at Islam dalam bingkai naungan daulah khuilafah harus ditegakkan”. Dua ungkapan ini sebagian besar terlontar dari kalangan non muslim, tapi tidak sedikit juga dari kalangan Muslim. Bahkan opini-opini ini senantiasa dijadikan senjata bagi antek-antek kufur untuk meracuni pemikiran ummat, agar ummat selalu merasa sulit dipersatukan di bawah naungan Khilfah rasyidah yang menerapakan syari’at secara menyeluruh.

Menjadi pertanyaan apakah memang seperti itu?apakah ketika syari’at Islam diterapkan secara menyeluruh akan mendeksriditkan ummat di luar Islam?

Syari’at Islam merupakan aturan yang bersumber dari asy syari’ (sang pembuat hukum ) yaitu Allah swt. Ibnu Abbas r.a. menafsirkannya dengan petunjuk yang jelas. Qatadah menafsirkannya dengan ketentuan-ketentuan, batasan-batasan, perintah dan larangan. Fakhrurrozi menafsirkannya dalam bentuk definisi yaitu :“Apa-apa yang ditetapkan Allah Swt atas para mukallaf (orang yang wajib melaksanakan hukum Allah Ta’ala) supaya mereka ikuti.[1]

Keberadaan syari’at Islam yang didefinisikan sebagai atauran ini dalam rangka mengatur kehidupan manusia dan menjadi pedoman bagi manusia dalam meneyelesaikan permasalahan hiudpnya. Tidak terkecuali, syari’at Islam merupakan aturan yang diberlakukan untuk seluruh ummat baik Muslim maupun non Muslim.

Seharusnya non muslim tidak perlu khawatir dengan aturan – aturan Islam. Karena syari’at Islam akan menjamin kesejhateraan mereka. Seperti yang diungkap dalam siroh-siroh kehidupan Rasulullaah, bahwa ketika rasulullah mendirikan negara Islam di Madinah kehidupan masyarakat beraneka ragam. Ada 3 kelompok besar di sana yaitu kelompok yahudi, kelompok musyrik dan kaum muslim itu sendiri.

Keberadaan Yahudi dan Musyrik di madinah tidak lantas membuat Rasulullah bertindak  keras dan kejam kepada mereka tapi mereka diatur dan diikat dengan perjanjian yang selama ini kita kenal dengan Piagam Madinah. Piagam madinah inilah yang memberikan batasan kepada mereka atas segala aktivitas yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan. Perjanjian ini pula yang mengikat kaum muslim untuk tidak bertindak dzolim kepada Musyrik dan yahudi selama keduanya tidak secara nyata memerangi kaum muslim.

Ketika aturan Islam dijalankan dalam bingkai Khilafah Islamiyah maka bukan berarti menghapus dan menghancurkan identitas-identitas agama lain. Islam akan mampu menyikapi dan memberika n pengaturan atas keberagaman yang ada di tengah-tengah masyarakat. Hal ini juga bisa kita lihat dari sudut pandang bahwa dalam Islam banyak pendapat, aliran dan mazhab yang kesemua itu tidak dianggap sebagai sebuah penyimpangan dan kesalahan.

Menurut Syekh taqiyuddin an nabhani dalam kitab Mafahim Hizbut Tahrir pengaturan Khilafah terhadap warga negara non muslim yang disamakan dengan warga negara yang muslim meliputi urusan mu’amalah uqubat, pemerintahan, ekonomi dan lain-lain. Sementara hal-hal yang berkaitan dengan hukum keluarga diantara mereka, seperti nikah dan talak diurus sesuai dengan agamanya. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan makanan, pakaian, diperlakukan sesuai ketentuan agama mereka yang dijamin oleh aturan umum yang berlaku.

Demikianlah gambaran perlakuan Sistem Khilafah Islamiyah terhadap warga negara non muslim. Sehingga tidak ada alasan bagi non muslim untuk merasa khawatir  dan takut jika syari’at Islam diterapkan karena jaminan kesejahteraan untuk seluruh ummat hanyalah dalam bingkai Sayri’at dan khilafah Islamiyah. Seperti yang telah Allah swt ungkapkan dalam firmanNya QS. Saba’ ayat 28 yang artinya “Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan”.

Wallahu a’lam..


[1] Fakhrurrazi, At Tafsir Al Kabir, (Teheran : Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyah), cet. ke II, hal. 12

HAM DAN DEMOKRASI, IDE YANG TERBANTAHKAN!!!


HAM dan Demokrasi, dua konsep pemikiran yang terus saling bergandengan tangan. Hak Asasi Manusia itu sendiri lahir dari konsep kebebasan yang dianut oleh DEMOKRASI. Sebuah konsep yang memandang bahwa manusia memiliki hak yang wajib dilindungi oleh negara dan harus dihormati pelaksnanaanya. HAM ini sendiri merupakan derivasi dari Demokrasi dimana konsep demokrasi sangat erat kaitannya dengan kebebasan. Wajar karena konsep ini muncul akibat adanya bentuk ketidaksetujuan masyarakat dengan konsep monarki dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh raja dan gereja di Eropa pada tahun 1783. Sehingga pada waktu itu Amerika yang dipimpin oleh Abraham Lincoln bermetamorfosis menjadi negara demokrasi dengan slogan Democracy is from the people, by the people and for the people (demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakayat) (Husain Matla dalam Demokrasi Tersandra, 2007)

Sejak perkembangannya konsep kebebasan dalam demokrasi ini kemudian melahirkan 4 point yaitu kebebasan beragama, kebebasan berprilaku, kebebasan berpendapat, dan kebebsan kepemilikan. Inilah yang menjadi pijakan dari Hak Asasi Manusia. Namun apakah benar ide HAM ini memberikan cahaya harapan bagia kehidupan ummat??? Mari kita singkap keempat konsep yang diagung-agungkan ini;

Pertama, kebebasan beragama. Kebebasan beragama merupakan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang untuk memeluk agama dan kepercayaannya serta bebas untuk  beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya tersebut. Tapi ironis ternyata tidak sampai disitu. Kebebasan beragama akhirnya dijadikan jalan oleh seseorang untuk keluar dari agama Islam (murtad). Negara tidak peduli, masyarakat apalagi. Karena dalih HAM orang bebas pindah agama, bahkan jangan heran jika ada orang yg paginya dia Islam malamnya di Kristen dan besok paginya kembali kepada Islam. Atas nama HAM juga banyak sekte-sekte agama yang berkembang bahkan memggunakan motif permainan uang. Para jama’atnya di beri iming-iming masuk syurga asalkan membayar sejumalah besar uang.

Kita sibak konsep yang kedua, kebebasan berprilaku. Dengan dalih HAM orang bebas untuk melakukan aktifitas seksual dengan siapa pun yang dia senangi, tanpa peduli dosa atau pun dampak yang akan ditimbulkan.  Atas nama HAM penyebaran HIV AIDS tidak terbendung bahkan datanya mengalami peningkatan. Periode Juni 2011 saja secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 26.483 kasus dari 33 provinis dan 300 kabupaten/kota (Laporan Perkembangan HIV & AIDS Kementrian Kesehatan RI Nomor PM.02.07/D/III.2/1446/2011). Fakta ini pun semakin tekondisikan mengingat semakin marakanya tempat kemaksiatan. Diperparah lagi akibat perturan yang diterapakan memuluskan jalan kearah kemaksiatan ini. Mengapa tidak keberadaanya dilegalkan oleh UU dan menjadi sumber pendapat pada tingkat daerah (diskotik dan klab malam tarif pajak 35%)

Konsep yang ketiga kebebasan berpendapat, kebebasan ini berimplikasi pada bebasnya seseorang menyuarakan aspirasi tanpa dibatasi karena negara memberikan jaminan untuk hal tersebut.  Dengan dalih kebebasan berpendapat dan bertingkah laku maka wajar jika Jyiland Posetn Denmark memuat 12 karikatur yang menghina Nabi Muhammad saw.

Keempat kebebasan kepemilikan, adanya kebebasan kepemilikan menjadikan siapapun orangnya bebas memiliki barang atau jasa selama dia memiliki kemampuan untuk hal itu. Maka dengan dalih kebebasan kepemilikan, seorang konglomerat bierhak untuk membeli pulau bahkan negara, dengan dalih kebebsan kepemilikan maka salah satu harta bangsa Indonesia berupa lumbung emas di Papua dikuasai oleh perusahaan/cooporat besar milik Amerika yaitu Freeport, dengan dalih kekebebasan kepemilikan kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya semakin terbuka lebar.

***

Lantas apa yang membuat negeri ini tetap mempertahankan Ide HAM dan DEMOKRASI??? Yang sudah jelas hanyalah sebuah kamuflase dari sebuah konsep kehidupan yang bobrok..

            Wallahu a’laam bi ash shawab

HAM DAN DEMOKRASI, IDE YANG TERBANTAHKAN!!!


HAM dan Demokrasi, dua konsep pemikiran yang terus saling bergandengan tangan. Hak Asasi Manusia itu sendiri lahir dari konsep kebebasan yang dianut oleh DEMOKRASI. Sebuah konsep yang memandang bahwa manusia memiliki hak yang wajib dilindungi oleh negara dan harus dihormati pelaksnanaanya. HAM ini sendiri merupakan derivasi dari Demokrasi dimana konsep demokrasi sangat erat kaitannya dengan kebebasan. Wajar karena konsep ini muncul akibat adanya bentuk ketidaksetujuan masyarakat dengan konsep monarki dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh raja dan gereja di Eropa pada tahun 1783. Sehingga pada waktu itu Amerika yang dipimpin oleh Abraham Lincoln bermetamorfosis menjadi negara demokrasi dengan slogan Democracy is from the people, by the people and for the people (demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakayat) (Husain Matla dalam Demokrasi Tersandra, 2007)

Sejak perkembangannya konsep kebebasan dalam demokrasi ini kemudian melahirkan 4 point yaitu kebebasan beragama, kebebasan berprilaku, kebebasan berpendapat, dan kebebsan kepemilikan. Inilah yang menjadi pijakan dari Hak Asasi Manusia. Namun apakah benar ide HAM ini memberikan cahaya harapan bagia kehidupan ummat??? Mari kita singkap keempat konsep yang diagung-agungkan ini;

Pertama, kebebasan beragama. Kebebasan beragama merupakan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang untuk memeluk agama dan kepercayaannya serta bebas untuk  beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya tersebut. Tapi ironis ternyata tidak sampai disitu. Kebebasan beragama akhirnya dijadikan jalan oleh seseorang untuk keluar dari agama Islam (murtad). Negara tidak peduli, masyarakat apalagi. Karena dalih HAM orang bebas pindah agama, bahkan jangan heran jika ada orang yg paginya dia Islam malamnya di Kristen dan besok paginya kembali kepada Islam. Atas nama HAM juga banyak sekte-sekte agama yang berkembang bahkan memggunakan motif permainan uang. Para jama’atnya di beri iming-iming masuk syurga asalkan membayar sejumalah besar uang.

Kita sibak konsep yang kedua, kebebasan berprilaku. Dengan dalih HAM orang bebas untuk melakukan aktifitas seksual dengan siapa pun yang dia senangi, tanpa peduli dosa atau pun dampak yang akan ditimbulkan.  Atas nama HAM penyebaran HIV AIDS tidak terbendung bahkan datanya mengalami peningkatan. Periode Juni 2011 saja secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 26.483 kasus dari 33 provinis dan 300 kabupaten/kota (Laporan Perkembangan HIV & AIDS Kementrian Kesehatan RI Nomor PM.02.07/D/III.2/1446/2011). Fakta ini pun semakin tekondisikan mengingat semakin marakanya tempat kemaksiatan. Diperparah lagi akibat perturan yang diterapakan memuluskan jalan kearah kemaksiatan ini. Mengapa tidak keberadaanya dilegalkan oleh UU dan menjadi sumber pendapat pada tingkat daerah (diskotik dan klab malam tarif pajak 35%)

Konsep yang ketiga kebebasan berpendapat, kebebasan ini berimplikasi pada bebasnya seseorang menyuarakan aspirasi tanpa dibatasi karena negara memberikan jaminan untuk hal tersebut.  Dengan dalih kebebasan berpendapat dan bertingkah laku maka wajar jika Jyiland Posetn Denmark memuat 12 karikatur yang menghina Nabi Muhammad saw.

Keempat kebebasan kepemilikan, adanya kebebasan kepemilikan menjadikan siapapun orangnya bebas memiliki barang atau jasa selama dia memiliki kemampuan untuk hal itu. Maka dengan dalih kebebasan kepemilikan, seorang konglomerat bierhak untuk membeli pulau bahkan negara, dengan dalih kebebsan kepemilikan maka salah satu harta bangsa Indonesia berupa lumbung emas di Papua dikuasai oleh perusahaan/cooporat besar milik Amerika yaitu Freeport, dengan dalih kekebebasan kepemilikan kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya semakin terbuka lebar.

***

Lantas apa yang membuat negeri ini tetap mempertahankan Ide HAM dan DEMOKRASI??? Yang sudah jelas hanyalah sebuah kamuflase dari sebuah konsep kehidupan yang bobrok..

Wallahu a’laam bi ash shawab